Surabaya, Terasbojonegoro.com – Kasus diagnosis bayi berusia 19 bulan di Malaysia yang menderita kanker ovarium baru-baru ini menarik perhatian publik. Penemuan ini menggugah keprihatinan karena kanker ovarium biasanya menyerang wanita dewasa.
Menanggapi hal itu, dr Pungky Mulawardhana SpOG Subsp Onk, Dokter Spesialis Kandungan dan Onkologi memberikan penjelasan lebih lanjut terkait kasus ini.
Dokter Pungky menjelaskan bahwa kasus kanker ovarium pada bayi sangat jarang terjadi karena kanker ovarium dengan tipe kanker epitelial yang paling umum menyerang wanita usia lanjut.
Namun, Akademisi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (Unair) tersebut menambahkan, tetap ada kemungkinan kasus non-epithelial dapat menyerang bayi dan anak-anak.
“Kasus kanker ovarium pada bayi maupun anak tetap mungkin terjadi, namun sangat jarang ditemukan. Akan tetapi, kemungkinan saat ini peningkatan jumlah diagnosis kanker ovarium semakin meningkat karena mudahnya akses layanan kesehatan. Hal ini memungkinkan dokter lebih cepat menemukan dan mendiagnosa kanker, “ ucap dr Pungky, di Surabaya, Rabu(23/10/2024).
Meskipun faktor spesifik penyebab kanker ovarium pada bayi belum jelas, dr Pungky menekankan bahwa ada peran faktor genetik dan lingkungan.
Ia menyebutkan bahwa terdapat faktor onkogen yang dapat menjadi pemicu penyakit ini, seperti merokok, nutrisi buruk, dan paparan radiasi.
“Tubuh kita terlindungi oleh anti-onkogen, tetapi ketika perlindungan ini bisa kalah oleh kekuatan onkogen, kanker bisa berkembang. Faktor genetik juga dapat mempengaruhi kanker, seperti mutasi gen BRCA yang dapat meningkatkan risiko kanker, ” imbuh dr Pungky.
Dokter Pungky juga menjelaskan gejala awal kanker ovarium sering kali tidak spesifik. Oleh karena itu, diagnosis dini pada penyakit ini agak sulit. Namun, pada stadium awal, biasanya terdapat beberapa gejala, seperti mual, kembung, serta nafsu makan menurun.
“Pada stadium lanjut, perut bisa membesar dan tubuh menjadi sangat kurus. Maka dari itu, orang tua perlu cepat memeriksakan serta waspada jika anak mereka menunjukkan tanda-tanda tidak normal, seperti susah makan atau perut yang membesar,” jelasnya.
Walaupun belum ada cara pasti untuk mencegah kanker ovarium, dr Pungky menyarankan untuk melakukan screening genetik. Ia berkata bahwa di beberapa negara maju terdapat klinik kanker keluarga (Familial Cancer Clinic) yang membantu memetakan risiko kanker dalam keluarga melalui tes genetik.
“Jika nanti terdapat mutasi BRCA, pasien bisa menjalani pemantauan rutin, seperti USG tahunan, atau bahkan tindakan lebih radikal, seperti pengangkatan ovarium dan payudara untuk mencegah kanker berkembang,” tandasnya.
Di Indonesia sendiri, fasilitas ini belum umum. Oleh karena itu, orang tua dapat mengurangi risiko terjadinya kanker ini dengan menjalani gaya hidup sehat serta menghindari paparan karsinogen, seperti merokok, makanan olahan cepat saji, dan stress berlebihan.
” Pencegahan memang sulit, tetapi dengan waspada dan gaya hidup sehat, risiko bisa kita kurangi,” beber dr Pungky. (Red/Ek).