Surabaya,Terasbojonegoro.com – Hukuman Ferdy Sambo dan tiga orang terpidana lainnya dalam kasus pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J “disunat” Mahkamah Agung (MA).
Yang sebelumnya di tingkatan persidangan Pengadilan Negeri dan dikuatkan Pengadilan Tinggi, Ferdi sambo dihukum mati dan istrinya Putri Candrawathi 20 tahun, di MA diringankan menjadi hukuman penjara seumur hidup dan 10 tahun. Demikian pula asisten rumah tangga mereka, Kuat Ma’ruf, hukumannya dikorting dari 15 tahun menjadi 10 tahun serta Mantan ajudan Sambo, Bripka Ricky Rizal, didiskon dari 13 tahun menjadi 8 tahun.
Sekedar mengingatkan, sebelumnya Ferdi Sambo dan kawan kawan diputus terbukti bersalah melakukan pembunuhan berencana terhadap Polisi aktif Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J. Putusan Pengadilan Negeri dikuatkan oileh Pengadilan Tinggi.
*JAKSA PASRAH*
Putusan Kasasi “kontroversial” Ferdi Sambo dan kawan kawan sudah digedog. Sekecewa apapun keluarga Almarhum Nofriansyah Yosua Hutabarat….., sekecewa apapun masyarakat……, sekecewa apapun siapapun juga….., Putusan tidak dapat dirubah lagi. Putusannya telah berkekuatan hukum tetap. Inkracht Van Gewijsde.
Penuntut Umum Kejaksaan Agungpun sudah tidak berwenang melakukan Upaya Hukum Luar Biasa PK (Peninjauan Kembali). Kewenangannya telah diamputasi MK (Mahkamah Konstitusi) dalam putusan MK Nomor 20/PUU-XXI/2023 14 April 2023, Mengugurkan kewenangan Jaksa Penuntut Umum dalam mengajukan Peninjauan Kembali terhadap Putusan Pengadilan Pidana yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan hanya bisa diajukan oleh terpidana atau ahli warisnya.
*KETUA MAJELIS HAKIM AGUNG MEMPERINGAN HUKUMAN*
Dari 5 Hakim Agung, 3 orang hakim agung MA meringankan putusan Ferdi Sambo dkk. menjadi seumur hidup dan lain sebagainya, yaitu Ketua Majelis Hakim Suhadi, Suharto, dan Yohanes Priyana. 2 hakim Agung lainnya, Jupriyadi dan Desnayeti memilih “dissenting opinion”, menguatkan putusan Pengadilan Tinggi, yaitu tetap hukuman mati dan lain lain sebagaimana Putusan Pengadilan Tinggi.
Benar Hakim di setiap tingkatan peradilan mempunyai kewenangan penuh memutus perkara. Namun seluruh elemen masyarakat di profesi apapun juga punya hak untuk mempertanyakan putusan hakim yang bertentangan dengan Nurani dan akal sehat mayoritas elemen masyarakat. Ada kesalahan atau kekurangan apakah dengan permasalahan Penegakan Hukum dan Keadilan di Negara kita??!!
*KETIMPANGAN HUKUM BERAKHIR DI WARUNG KOPI*
Melihat dan merasakan ketimpangan Hukum serta Keadilan dalam kasus Sambo dan masih sangat banyak kasus Hukum lainnya, masyarakat hanya bisa bertanya-tanya dalam hati. Paling banter sekedar menjadi obrolan kosong di warung kopi. Lebih ramai lagi, demo…, turun ke jalan. Kalau demonya “sepi”, tidak berdampak apa-apa. Kalau demonya “ramai-ruwet”, merugikan kepentingan masyarakat lainnya. Lebih mewah lagi, paling jadi bahan diskusi/seminar/work shop dan lain lain untuk menghabiskan anggaran.
*HAKIM CURANG, TIDAK ADA KEKUATAN BISA MERUBAH PUTUSAN*
Jangankan masyarakat awam, kaum intelektual dan bahkan yang berprofesi Penegak Hukumpun jadi invalid menghadapi putusan Hakim. Yang bisa hanya upaya Hukum. Tapi kalau sudah mentok seperti kasus Sambo??!!, apa yang bisa diperbuat??!! KPK atau Komisi Yudisialpun tidak dapat mengubah Putusan Hakim yang terbukti curang. Presidenpun pasti angkat tangan.
*PRESIDEN HARUS DIBERI TAMBAHAN KEWENANGAN KONSTITUSI*
Selama ini Presiden punya Kewenangan Konstitusi sebagai Hak Prerogative Presiden yaitu, Grasi, Amnesti, Rehabilitasi dan Abolisi. Keempatnya pada dasarnya bersifat memperingan hukuman bagi Terdakwa atau Terpidana.
Pendapat saya, dalam situasi kondisi tertentu dan demi Keadilan, sudah saatnya Presiden diberi Kewenangan Konstitusi untuk menganulir Putusan Hakim Agung / Mahkamah Agung, termasuk Putusan Hukum yang sudah berkekuatan hukum tetap atau Inkracht Van Gewijsde di tingkat Pengadilan apapun. Khususnya dalam situasi kondisi hukum seperti salah satu contoh kasus Ferdi sambo ini.
Saya tahu untuk pemberian tambahan Kewenangan Konstitusi kepada Presiden ini tidak semudah yang dibayangkan. Tetapi demi “Keadilan yang seadil-adilnya”, Amandemen Konstitusipun harus dilaksanakan. Dan terkait saran pendapat saya ini, tentunya akan terjadi pro-kontra diantara berbagai profesi dan berbagai pemilik kepentingan.
Surabaya,10/08/2023.
Penulis: Hartanto Boechori
Ketua Umum PJI
Persatuan Jurnalis Indonesia.