Bojonegoro,Terasbojonegoro.com – Inovasi sate terus berkembang. Tak hanya dari daging ayam atau kambing, kini jamur tiram juga bisa diolah menjadi sate. Budidaya jamur pun berkembang pesat. Salah satunya di Desa Drenges, Kecamatan Sugihwaras, Kabupaten Bojonegoro.
Desa paling ujung di Kecamatan Sugihwaras ini menekuni budidaya jamur tiram. Pemiliknya sendiri adalah seorang akademisi dan pengajar di Surabaya. Prasetyo Handrianto, warga asli Desa Drenges yang berhasil menciptakan destinasi wisata edukasi di desanya.
Letaknya sekitar satu setengah jam dari Kota Bojonegoro. Dengan nuansa perdesaan khas alam, desain eksterior dari Wahana Kampoeng Drenges (WKD) begitu kental dengan Bojonegoro. Beberapa dinding ditempel dengan bahasa khas Bojonegoro. Salah satunya genyo. Wana wisata desa ini berdiri sejak 2018. Namun budidaya jamurnya mulai 2011.
Ricko Agus Riswanda, salah satu karyawan WKD mengatakan, tiap pagi dan sore adalah waktu tepat panen jamur. Berkesempatan melihat lokasi budidaya jamur, beglog (media tanam jamur) tersusun rapi pada rak. Dalam sebulan, Ricko mengatakan bisa memproduksi 5.000 lebih tusuk sate jamur.
“Satu porsi Rp10 ribu dapat 10 tusuk. Untuk omzet kurang lebih Rp5 sampai Rp20 juta,” tutur pria berpakaian khas jawa tersebut.
Rasanya yang legit dan tekstur kenyal dari jamur menambah cita rasa lain daripada sate biasanya. Di lahan kurang lebih dua hektar, fasilitas penunjang lain yaitu outbond, kolam renang, spot foto, gerai oleh-oleh, serta cafetaria. Masuk ke WKD tidak dipungut biaya. Kecuali jika pengunjung ingin berenang, dikenakan biaya Rp5 ribu.
“Sabtu Minggu pengunjung lebih banyak. Mulai dari Lamongan sampai Surabaya. Ada juga dari sekolah. Produk lainnya selain sate jamur ada balung kuwuk, keripik jamur, serta keripik pisang.” ujarnya.
Lanjut pria yang juga mahasiswa Pak Pras, sapaan akrab pemilik WKD, rencana ke depan, fasilitas di WKD akan bertambah. Di antaranya villa dan meeting room.
Sementara Sekretaris Desa Drenges, Kecamatan Sugihwaras Ria Arista mengaku bangga dengan adanya wisata edukasi. Sebab, dapat menggerakkan produktifitas warga selain berkiprah pada komoditas jagung.
“Ke depannya, semoga infrastruktur baik itu jalan dan jembatan menuju sini juga dapat dilirik. Sebab akses satu-satunya hanya melewati jembatan kayu tadi,” pungkasnya. (Ek/red)